This story of knowledge assignment and my life

Senin, 01 Mei 2017

UU ITE Dan Etika Profesionalisme



Undang – Undang ITE

UU ITE (Undang –  undang Informasi dan Transaksi Elektronik)  adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
RUU ITE merupakan hasil kombinasi antara Rancangan Undang-Undang Teknologi Informasi (RUU PTI) dirancang oleh pusat studi hukum teknologi informasi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan Rancangan Undang-Undang Tanda tangan Digital dan Transaksi Elektronik oleh Lembaga Kajian Hukum Dan Teknologi UI.
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) telah mengesahkan undang–undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau cyberlaw-nya Indonesia pada tanggal 25 maret 2008.
Cyberlaw adalah aturan hukum atau legalitas yang mengatur semua kegiatan di internet termasuk ganjaran bagi yang melanggarnya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat.
Ada pun Isi dari UU ITE secara garis besar sebagai berikut :
·         Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
·         Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
·         UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
·         Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
·         pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
·         tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
·         penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
·         penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)
·         perbuatan yang dilarang (cybercrimes). Beberapa cybercrimes yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
o   Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o   Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o   Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o   Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o   Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o   Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o   Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o   Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))

RUU Perubahan UU ITE telah disahkan menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU ITE (25/11). Naskah Undang-Undang tersebut tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5952.
Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) resmi berlaku usai melewati 30 hari sejak disahkan menjadi UU pada 27 Oktober 2016. Dan mulai berlaku Senin (28/11/2016).
Ada beberapa perubahan di UU ITE yang baru yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga) perubahan sebagai berikut:
a.       Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”.
b.      Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c.       Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

2.      Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan pada pasal 29 sebagai berikut:
a.       Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b.      Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

3.      Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a.       Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b.      Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

4.      Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a.       Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b.      Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

5.      Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a.       Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
b.      Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

6.      Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
a.         Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b.         Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.

7.      Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik (Memberikan landasan yang kuat bagi pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet) dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a.       Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang.
b.      Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.



Hubungan UU ITE dengan Etika Profesionalisme

Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
             Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
            Contoh kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar