I.
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih, dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Konflik yang dapat terkontrol akan menghasilkan
integrasi yang baik, namun sebaliknya integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan suatu konflik.
Konflik menurut
Robbin
konflik organisasi
menurut Robbins (1996) adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Pandangan ini dibagi menjadi 3 bagian menurut Robbin yaitu :
1. Pandangan tradisional
Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan,
dan harus dihindari. Konflik ini suatu hasil disfungsional akibat komunikasi
yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang dan kegagalan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan tersebut.
2. Pandangan kepada hubungan manusia.
Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai sesuatu peristiwa yang wajar terjadi
didalam suatu kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang
tidak dapat dihindari karena didalam kelompok atau organisasi pasti terjadi
perbedaan pandangan atau pendapat.
3. Pandangan interaksionis.
Pandangan ini
menyatakan bahwa mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya suatu
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai dan
serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif.
Oleh karena itu, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat
dan kreatif.
II.
Jenis – jenis Konflik
1. Konflik
peranan yang terjadi didalam diri seseorang (person-role conflict)
2. Konflik
antar peranan (inter-role conflict)
3. Konflik
yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intesender
conflict)
4. Konflik
yang timbul karena disampaikannya informasi yang bertentangan (intrasender
conflict)
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan
organisasi, yaitu meliputi :
1.
Konflik dalam diri individu
Terjadi bila seorang
individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau
bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2.
Konflik antar individu dalam organisasi yang
sama
Hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik
antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).
3.
Konflik antar individu dan kelompok
Berhubungan dengan cara
individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok
kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan
oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4.
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang
sama
Terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok atau antar
organisasi.
5.
Konflik antar organisasi
Timbul sebagai akibat bentuk persaingan
ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan
timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah,
dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
Sumber terjadi nya konflik :
1.
Gaya-gaya individual.
2.
Kemandirian organisasional.
3.
Perbedaan nilai-nilai atau persepsi.
4.
Perbedaan-perbedaan dalam
berbagai tujuan,
5.
Kebutuhan untuk membagi sumber
daya yang terbatas.
6. Perbedaan pola
interaksi yang satu dengan yang lainnya.
Hasil
atau Akibat dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.
meningkatkan solidaritas sesama
anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.
keretakan hubungan antar kelompok
yang bertikai.
3.
perubahan kepribadian pada
individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4.
kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia.
5.
dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
III.
Strategi untuk penyelesaian konflik
1. Introspeksi diri
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat
3. Identifikasi sumber konflik
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan
dalam penanganan konflik :
1. Berkompetisi
Tindakan ini
dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan
pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah
(win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan
dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan
dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
2. Menghindari konflik
Tindakan ini
dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik
ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi.
Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan
jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik
untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang
tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi
stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
3. Akomodasi
Yaitu jika kita
mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat
keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain
lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang
utama di sini yaitu :
4. Kompromi
Tindakan ini dapat
dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama
penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang
(win-win solution).
5. Berkolaborasi
Menciptakan situasi
menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita
sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik
pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang
harus kita pertimbangkan.
ANALISA
Merupakan suatu hal yang wajar apabila ada konflik
yang terjadi dalam organisasi. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
konflik di dalam suatu organisasi yang berdiri. Faktor – faktor tersebut yang
haruslah dihindari dari masing – masing individu maupun kelompok yang tergabung
dalam organisasi tersebut. Masalah konflik tersebut tidak seharusnya menjadi
pusat pemikiran yang utama, akan tetapi yang seharusnya menjadi pemikiran utama
yaitu cara penyelesaian konflik itu sendiri yang juga dapat diselesaikan dalam
berbagai macam cara.
Daftar Pustaka
Miftah
Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar
AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam
Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1987