BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA
Berbakti kepada orang tua dalam Islam merupakan sebuah kewajiban
yang sudah jelas tertuang di dalam Al Qur’an. Artinya, hal ini akan menjadi
dosa bagi siapapun yang tidak mau melakukannya. Dan untuk dapat melakukannya, tentu
harus tahu terlebih dahulu seperti apakah sebenarnya yang termasuk kedalam
berbakti tersebut.
A.
Bentuk-bentuk berbakti kepada orang tua di dalam Islam :
1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada
seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan
kepada kedua orang tua kita.
2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut.
Hendaknya dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak,
teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua
orang tua, tidak boleh mengucapkan ‘ah’ apalagi mencemooh dan mencaci maki atau
melaknat keduanya karena ini merupakan dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada
orang tua.
3. Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh sombong apabila sudah meraih
sukses atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam
keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong dengan
memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.
4. memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.
يَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلْ مَآأَنفَقْتُم مِّن خَيْرٍ
فَلِلْوَالِدَيْنِ وَاْلأَقْرِبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنَ
السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمُُ
“Mereka
bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkah-kan. Jawablah, ‘Apa saja harta
yang kamu nafkahkan, hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan.’ Dan kebaikan apa saja yang kamu buat, maka sesungguh-nya Allah
Maha Mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 215).
5.
Mendo’akan
orang tua. Sebagaimana dalam ayat رَبِّ ارْحَمْهُمَا
كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِـيْراً.
“serta kasihilah mereka berdua seperti mereka mengasihiku sewaktu kecil”.Seandainya
orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik serta
bid’ah, kita harus tetap berlaku lemah lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada
keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil berdo’a di malam hari,
ketika sedang shaum, di hari Jum’at dan di tempat-tempat dikabulkannya do’a agar
ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
B.
Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua dan Pahalanya.
1.
Merupakan
Amal Yang Paling Utama‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata :
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ
الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ
أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ
فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Aku
bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling
utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya
(dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi,
‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya
lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’
2.
Ridha
Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي
رِضا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ
“Darii
‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada
keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua”
3.
Berbakti
Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami. Yaitu, dengan
cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat
dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak
dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Hadistnya sebagai berikut :
انْطَلَقَ
ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى
غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا
الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ
أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ:
اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ
هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ
أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا
فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً
أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا
حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ
كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ
مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا
“ ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang
berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah
gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh
dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah
amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah
dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan
kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah,
sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan
aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing,
ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua
orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk
mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku
dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana
sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun
keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk
meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada
siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku.
Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku
bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu
kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah
perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’
Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”
C.
Akan Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur.
Sesuai sabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa
yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung
silaturrahimnya.”
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada
orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang
sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang,
bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang
tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada
kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan
rizki dan dipanjangkan umurnya.
D.
Akan Dimasukan Surga ALLAH.
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam
kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan
mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang
Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan
durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik
kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka,
dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
E.
BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA.
1.
Menimbulkan
gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang
mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
2.
Berkata
“ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
3.
Membentak
atau menghardik orang tua.
4.
Bakhil
atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang
lain daripada mengurus orang tuanya,
padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun,
dilakukan dengan penuh perhitungan.
5.
Bermuka
masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan
bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
6.
Menyuruh
orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan
tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan
lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya
sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima
kasih dan membantu orang tua.
7.
Menyebut
kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang
tua.
8.
Memasukkan
kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
9.
Lebih
mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega
mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
10.
Malu
mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua
dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi,
sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan
yang keji dan nista.
F.
BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA.
1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada
seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan
kepada orang tua kita.
2.
Berkata
kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab
ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan
yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
3.
Tawadhu’
(rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih sukses atau
memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina
dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang
tua.
4.
Memberi
infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta
kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua
orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
5.
Mendo’akan
kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا
“Wahai
Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu
kecil.”
Seandainya
orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah
lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan
Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka
kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan
kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi
petunjuk ke jalan yang benar.
BERBAKTI KEPADA
GURU
Pengertian Guru
secara ethimologi (harfiah) ialah orang yang pekerjaannya mengajar. Kemudian
seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu`alim, murabbiy, mursyid,
mudarris, dan mu`addib, yang artinya orang yang memberikan ilmu pengetahuan
dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang
yang berkepribadian baik. Sedangkan pengertian guru ditinjau dari sudut
therminologi yang diberikan oleh para ahli dan cerdik cendekiawan, adalah
sebagai berikut:
1.
Menurut
Muhaimin dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menguraikan bahwa guru adalah
orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswanya, baik
secara individual ataupun klasikal. Baik disekolah maupun diluar sekolah. Dalam
pandangan Islam secara umum guru adalah mengupayakan perkembangan seluruh
potensi/aspek anak didik, baik aspek cognitive, effective dan psychomotor.
2.
Zakiah
Daradjat dalam bukunya ilmu pendidikan Islam menguraikan bahwa seorang guru
adalah pendidik Profesional, karenanya secara implicit ia telah merelakan
dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan.
3.
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah dalam setiap melakukan pekerjaan yang tentunya dengan
kesadaran bahwa yang dilakukan atau yang dikerjakan merupakan profesi bagi
setiap individu yang akan menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya. Dalam hal ini
yang dinamakan guru dalam arti yang sederhana adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik.
4. M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Praktis dan
Teoritis menjelaskan guru adalah orang yang telah memberikan suatu ilmu/
kepandaian kepada yang tertentu kepada seseorang/ kelompok orang.
Dari
rumusan pengertian guru diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang
memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan tujuan
agar peserta didik mampu memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Kemudian
apabila istilah kata guru dikaitkan dengan kata agama islam menjadi guru agama
islam, maka pengertiannya adalah menjadi seorang pendidik yang mengajarkan
ajaran agama Islam dan membimbing anak didik kearah pencapaian kedewasaan serta
membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia, sehingga terjadi
keseimbangan antara kebahagiaan didunia dan kebahagiaan diakhirat.
Dalam kitab تيسير الخلّاق disebutkan
bahwa setiap murid dalam jiwanya harus ada akhlak kepada gurunya dan akhlak
kepada temannya. Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik
murid-muridnya untuk menjadi lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh SWT. Sebagaimana
wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para
guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama. Dalam
pandangan tasawuf ilmu tidak bermanfaat salah satunya karena tidak hormatnya
murid terhadap gurunya. Akhlak terhadap guru diantaranya adalah :
·
Memuliakan,
tidak menghina atau mencaci-maki guru, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang
yang lebih tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.” (HR.Ahmad dan
At-Tirmidzi)
·
Memperhatikan
ketika guru sedang menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
وَ سَكَتَ النَّاسُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرَ
“Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala
mereka.” (HR.Al-Bukhori).
·
Imam
Sufyan Ats-Tsauri rohimahulloh berkata : “Bila kamu
melihat ada anak muda yang bercakap-cakap padahal sang guru sedang menyampaikan
ilmu, maka berputus-asalah dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ilas-Sunan).
- Bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum dia mengerti dengan cara baik. Allah berfirman :
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Bertanyalah
kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.” (Qs.An-Nahl : 43
dan Al-Anbiya’:7)
·
Rasulullah SAW
bersabda :
أَلاَ سَأَلُوْا
إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Mengapa
mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan
adalah bertanya ?” ( HR. Abu Dawud ).